Cermin (Cerpen Mini) "PELANGI SETELAH HUJAN"
Pelangi Setelah Hujan
Aku tidak bisa
memahami perasaan hatimu dan kemauanmu. Hubungan kita memang seumur jagung
itupun juga bukan keinginanku. Seperti
syair lagu dulu kamu
yang memulai namun kamu juga yang mengakhiri. Masih terbayang dulu kauungkap perasaanmu
kepadaku dengan cara berlutut dihadapanku dengan memegang kedua tanganku.
Meskipun ada rasa getar aneh dalam didadaku namun ada kebingungan yang kurasakan antara mau menerima dan menolak. Kau pandang aku kemudian
kaucucurkan air mata. Ada rasa haru dalam diriku hingga aku anggukan kepala. Kaupun tersenyum dan mencium tanganku.
Namun setelah 3 bulan berikutnya.
“Jun, maafkan aku. Kalau kau hari ini
ingin marah kepadaku,
ingin memukulku aku rela. Terserah kau. Ingin kau caci maki akan aku terima dengan lapang dada.”
Aku tak mengerti mengapa kau berbicara seperti
itu kepadaku saat ini. Kenapa tidak dari dulu sebelum kau utarakan perasaanmu, kau
pikirkam masak-masak sebelum kau umbar kata manismu kepadaku. Aku hanya bisa
terdiam tidak tahu apa yang harus kuucap hanya airmata yang mengalir.
“Jun, maafkan aku. Kamu adalah
wanita tegar yang aku kenal. Kamu adalah gadis yang mandiri. Selama aku ada
disampingmu
serasa aku tidak kau butuhkan. Berbeda dengan Amora dia sangat membutuhkan
diriku. Aku tidak tahu
bahwa dia sudah memendam rasa yang lama
untukkku. Aku baru tahu ketika dia ungkapkan perasaannya setelah kita jadian. Aku
tidak tega dan tidak ingin mengecewakan dia. Karena dia terlalu baik kepadaku.”
Ada perasaan yang sangat sakit ketika kauucapkan kata itu. Aku tidak
tahu
dari mana kata-kata itu bisa meluncur indahnya dari mulutmu. Jadi selama ini
kau anggap aku ini adalah selembar pakaian yang sudah tidak pantas pakai lalu
kau lepas dan kau buang seenaknnya. Karena pakaian itu sudah tidak layak untukmu, ada pakaian yang lebih
bagus dan lebih indah untuk kau pakai.
Aku masih tetap terdiam dan menghela
nafas panjang.
Aku mencoba mencerna
setiap kata yang kau
ucapkan apakah ada yang salah aku
dengar.
“ Ben, apakah aku sudah mengecewakanmu. Apa kesalahanku tolong tunjukkan hingga kau lebih
memilih
Amora?”
“Tidak Jun, kamu tidak salah. Aku
memilih dia karena dia lebih
membutuhkanku.
Keluarganya juga sangat baik kepadaku. Kamu adalah gadis mandiri banyak teman-teman
kampus yang menyukaimu. Kamu bisa memilih salah satu dari mereka.”
Aku tidak menyangka pandanganmu
terhadapku seperti
itu. Kau anggap perasaanku bisa dialihkan semudah kau pindahkan gelas kosong dari atas meja
ke tempat cucian. Hingga gelas itu bisa digunakan oleh orang lain.
“Baiklah, memang aku tidak layak dan
setara denganmu. Amora memang lebih baik segalanya. Bagaimanapun aku tetaplah
kalah bersaing atas segalanya dari Amora. Pergilah Ben, aku akan melepasmu. Aku
akan berusaha melupakan sebuah nama yang pernah aku kenal. Dan kuanggap dia tidak pernah
ada mengisi hatiku.”
“Terima kasih Jun, kau memang baik.
Aku dan Amora akan baik-baik saja.”
Ada kemarahan di dasar hatiku yang
paling dalam. Aku tidak menyangka kau ucapkan kata putus selancar jalan tol tanpa hambatan. Tidak
seperti ketika kau ungkap
perasaan cintamu dengan terbata-bata dan air mata. Ataukah dulu aku hanya kelinci percobaan untuk mengetes kemampuan
aktingmu.
Ada rasa membara dalam diri mempersalahkan diri kenapa aku dulu mudah terjebak
dalam rasa iba karena airmata yang mengalir. Aku
masih ingat tatapan matamu yang teduh setiap kau menatapku. Ada getar-getar di
dada setiap
kau datang ke kosku. Ada rasa bahagia ketika mendengar suaramu. Tidak
semua salah Ben, aku ikut andil didalamnya. Aku tidak pernah berterus
terang terhadap
Ben tentang semua rasa kekesalanku bila dia tidak menjemputku. Aku selalu memaafkan bila dia lupa
mengantarku kemana aku ingin pergi. Aku memaklumimu setiap kamu pergi dengan
Amora karena alasan penelitian yang harus dilakukan bersama.
Namun semua aku hempas aku
singkirkan jauh-jauh aku tidak mau terlena dan terbenam dalam kesedihan
kehilanganmu. Aku akan tunjukkan aku bisa tanpamu, meski ada rasa kehilangan
dan kecewa. Meskipun aku masih berharap kau kembali kepadaku, namun aku juga
ingin berlari menjauh darimu. Hingga dalam setiap doa yang aku panjatkan aku
berharap tidak akan pernah bertemu denganmu. Agar
rasa sakit dan bisa melupakanmu dengan mudah aku harus memaafkanmu. Di atas
masih ada langit biru yang siap menanguiku, mentari masih tersenyum padaku dan jalan
panjang masih menantiku aku
tidak boleh menyerah. Kenapa aku harus terbenam dalam lumpur kemarahaan dan
kekecewaan. Aku yakin di depan sana ada harapan yang lebih indah lagi meski tanpa dirimu. Pelangi akan muncul setelah hujan
reda.
Komentar
Posting Komentar